Minggu, 05 September 2010

MPKMB 47

      Buat temen-temen IPB angkatan 47,nggak lama lagi kita akan menghadapi MPKMB(Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru) pada tanggal 24-25 September mendatang,,sebelum nya temen-temen pasti uda pada ngerasain kan PraMPKMB tanggal 17 Agustus lalu,gimana kesan nya?? Capek ya,,:) itu pasti,tapi seru kan? Kita jadi tau apa sih IPB itu,dengan demikian kecintaan kita terhadap IPB makin dalam. Nah temen-temen jangan sampai nggak ikutan MPKMB47 ya,dijamin bakal nyesal,,hehe. Jaga kesehatan dan siapkan stamina. SEMANGAT Laskar Inspirasi 47!!!!!

Institut Pertanian Bogor



      Institut Pertanian Bogor(IPB) didirikan pada tangal 1 September 1963 berdasarkan keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) No. 92/1963 yang kemudian disyahkan oleh Presiden RI Pertama dengan Keputusan No. 279/1965. Pada saat itu, dua fakultas di Bogor yang berada dalam naungan UI berkembang menjadi 5 fakultas, yaitu Fakultas Pertanian, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Perikanan, Fakultas Peternakan dan Fakultas Kehutanan. Pada tahun 1964, lahir Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian.Walaupun lahirnya IPB berbarengan dengan gemuruh perkembangan politik pra G30S/PKI yang mempengaruhi kelancaran kegiatan akademik, tetapi IPB tetap mampu membuat terobosan penting; Diantaranya adalah tercetusnya gagasan atau konsep BIMAS-SSBM pada tahun 1963-1964 dalam bentuk introduksi inovasi pengelolan sarana produksi guna meningkatkan produktivitas usaha tani padi.Kegiatan ini telah menghantarkan Indonesia swasembada beras, sehingga pada tahun 1986 FAO menyematkan medali penghargaan kepada Presiden Soeharto di Roma Eropa.
Gedung Rektorat,kampus IPB Darmaga
Arsitektur serba segitiga
        Memasuki pergantian kepemimpinan Rektor IPB dari Prof.Dr.Ir. Toyib Hadiwidjaja ke Prof.Dr.Ir.A.M. Satari, IPB bersama MUCIA sedang meneruskan pengembangan Pusat Penelitian Biologi Tropika (BIOTROP) SEAMEO yang dirintis pada tahun 1967 untuk waktu 10 tahun (1969-1979). Kerjasama ini membentuk konsorsium pendidikan di Indonesia yang menghasilkan (1) tenaga pengajar dan lahirnya fakultas pascasarjana IPB yang pertama di Indonesia, 31 Maret 1975, (2) berkembangnya sistem kurikulum ilmu dan teknologi, serta program pendidikan 4 tahun untuk S-1, disusul dengan program S-2 Magister Sain dan Program S-3 Doktor yang kemudian menjadi pola nasional, (3) tersusunnya rencana induk pengembangan IPB tahap I (1971-1979). (4) berkembangnya sistem Penerimaan Mahasiswa Baru S-1 melalui penelusuran kemampuan akademik yang disebut Proyek Perintis II dan kini menjadi program nasional yang dikenal dengan Penelusuran Minat Dan Keahlian (PMDK) dan sekarang disebut dengan Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
         Nah,,saya saat ini salah satu mahasiswa IPB,,,^^  hidup IPB.. . . Cinta Pertanian,,






Kisah ku

Waktu itu saya masih duduk di kelas 1 MTsN (setingkat dengan SLTP), saya saat itu telah merasakan bagaimana kehidupan di asrama karena sekolah saya dulu juga mewajibkan tinggal di asrama.

Awal-awal tinggal di asrama saya merasa sangat tidak betah, saya terus-terusan menangis dan minta di pindahkan., tetapi orang tua saya tidak mengizinkan. Berkali-kali saya memohon pindah ban tetap tidak di izinkan. Karena merasa tidak ada cara lagi untuk membujuk kedua orang tua saya, maka saya jalani hari-hari di asrama dengan tidak bersemangat. Sekali-kali saya coba kembali menyinggung masalah kepindahan, tapi orang tua saya tetap saja tidak menanggapinya, mereka menganggapnya sebagai angin lalu.

Hari Rabu dan Minggu adalah hari berkunjung keluarga. Ayah dan mama tetap mengunjungi saya seperti biasa. Hingga suatu ketika saya jatuh sakit, sampai harus di rawat di rumah. Dalam hati saya sedikit gembira, mungkin dengan sakit yang sedang saya derita ini hati orang tua saya luluh, sehingga mengizinkan saya pindah ke sekolah lain yang tidak mewajibkan asrama. Saya coba mengutarakan kembali keinginan saya untuk pindah, dan mereka tetap teguh pada pendirian mereka untuk mempertahankan saya di asrama. Timbul dalam pikiran saya bahwa orang tua saya tidak menyayangi saya. Saya merasa kesal, sedih, semua perasaan bercampur aduk.

Setelah sembuh dari sakit, saya kembali ke asrama memulai rutinitas asrama dan sekolah tanpa semangat. Tibalah pada ujian mid semester, saya belajar meskipun sedikit malas-malasan karena tidak betah sekolah di sini.

Alhamdulillah hasil ujian keluar, saya mendapat nilai yang lumayan baik. Orang tua saya senang melihat nilai saya, saat itu saya coba kembali membujuk untuk pindah, tidak seperti biasanya kali ini mereka menanggapi. Mama saya hanya berkata “alas an mama masukkin Dara pesantren, supaya Dara bias mandiri saat mama dan ayah nggak ada lagi nanti”. Saya tertegun mendengar penututan mama saya, kemudian ayah menambahkan “Dara pasti bisa melewati semua ini. Kalau orang lain bisa kenapa kita nggak??”

Mendengar dua kalimat dari mereka saya sangat merasa bersalah pernah menuduh meraka yang tidak baik. Mulai saat itu, saya coba menjalani semua dengan baik, ikhlas, seperti kata ayah saya ”KALAU ORANG LAIN BISA,KITA JUGA PASTI BISA”. Dan kata-kata mama saya terbukti,” DARA BISA MANDIRI SETELAH MAMA DAN AYAH SUDAH TIADA.” Mereka pergi pada tanggal 26 Desember 2004 dalam peristiwa tsunami di Aceh.

Ayah Buta

Cerita ini berawal di sebuah sudut kota. Disana ada seorang remaja, sebut saja namanya Den. Di rumah, Den cuma hidup dengan ayahnya. Kakak-kakak Den sudah menikah dan tidak tinggal di rumahnya lagi. Den adalah seorang siswa kelas 2 SMU. Den juga suka bermain sepak bola. Ia sangat menyukai olah raga itu. Den cukup aktif di dalam klub sepak bola di kotanya. Den mendapat dukungan yang sangat kuat dari ayahnya akan hobinya tersebut.

Den berlatih sepak bola dengan timnya tiga kali seminggu. Sesekali timnya juga mengikuti beberapa kompetisi dan beberapa kali pernah menang. Seperti kali ini, timnya sedang mengikuti sebuah kejuaraan sepak bola yang cukup bergengsi. Pertandingan demi pertandingan dilalui dengan lancar hingga membawa tim tersebut ke babak grand final yang akan diselenggarakan hari sabtu nanti.

Tetapi pada hari Selasa, sebuah berita duka terjadi. Ayah Den meninggal dunia. Dengan menyesal Den meminta ijin pelatihnya bahwa dia tidak bisa datang latihan hari ini. Sang pelatih pun memahami keadaan tersebut. Bahkan sang pelatih juga menyarankan Den untuk beristirahat sejenak. “Jika berkeberatan, kamu tidak perlu memaksakan diri untuk mengikuti pertandingan final besok Sabtu. Tenangkan dirimu dulu, kami akan selalu menunggu kehadiranmu kembali.” Kata pelatih itu.

Pertandingan grand final hari Sabtu pun tiba. Penonton tampak berjubel di tribun lapangan. Kesebelasan Den tampak sangat terdesak oleh tim lawan. Skor saat ini menunjukkan 2-0 untuk tim lawan. Padahal pertandingan sudah berlangsung 20 menit pada babak ke dua.

Tiba-tiba Den menampakkan diri di pinggir lapangan. Tanpa banyak tanya ia langsung ganti baju, memakai sepatu, dan melakukan sedikit pemanasan dengan bola kesayangannya di pinggir lapangan. Pelatih dan rekan-rekan timnya heran dan terkejut melihat hal ini. “Ijinkan saya ikut bertanding pak!” Seru Den pada pelatihnya. Setelah berpikir sejenak, akhirnya pelatih itu mengijinkan Den masuk ke tengah lapangan.

Hal yang mengejutkan terjadi. Entah bagaimana, permainan Den pada malam itu sangat cemerlang. Ia seperti tidak memiliki rasa lelah untuk berlari, merebut, dan menendang bola di menit-menit terakhir itu. Tenaga rekan-rekan satu timnya yang mulai terkuras habis pun menjadi bangkit melihat semangat Den.

Tak diduga, malam itu Den berhasil memasukkan tiga bola ke gawang lawan. Sebuah lompatan tersendiri bagi prestasi Den di timnya selama ini. Sebab selama ini Den jarang memasukkan bola ke gawang lawan, sekalipun beberapa kali pernah ditempatkan pelatih pada posisi striker seperti pada pertandingan malam ini. Akhirnya pertandingan pun selesai. Kesebelasan Den menang dari tim lawan dengan skor 2-3.

“Ada apa kamu, Den? Aku belum pernah melihatmu sehebat ini! Motivasi dan tenagamu malam ini sangat cemerlang!” Seru pelatih dengan bangga.
“Tahukah, pak? bahwa selama ini Ayah sangat mendukung permainan sepak bola saya. Bahkan ia selalu berharap kelak saya bisa menjadi seorang bintang sepak bola.” Kata Den sambil terengah-engah.
“Tahukah pula, Pak. Kalau Ayah saya buta? memang selama ini dia selalu duduk di antara penonton untuk mengikuti setiap pertandingan saya, tetapi seumur hidup dia belum pernah benar-benar melihat saya bertanding!”
Den melanjutkan, “Dan malam ini adalah kali pertama Ayah benar-benar melihat saya bertanding, saya ingin menunjukkan kepada dia, bahwa saya memang pantas untuk dilihat oleh beliau”.

About me

Hai prend kenalin nama aQ Rahmah Dara Ayunda kelahiran Peureulak(Aceh Timur),9 September 1992,,
aQ anak pertama dari dua bersaudara,hmm,,apalagi yah,,
kalian bisa panggil aQ Dara,saat ini aQ sedang menuntu ilmu di Institut Pertanian Bogor Dept.Biokimia Fak.MIPA,,
Sekian dulu,,rajin2 ngunjungi blog ini yah,,