Ada hal-hal yang menyenangkan bagi mereka yang beruntung berada di jalan lurus,
Dan tidak sedikit hal-hal yang menyakitkan bagi mereka yang harus berada di jalan yang terjal.
Itu lah kehidupan, namun bagaimanapun jalannya, kita menuju akhir yang sama bukan? Tergantung orang-orang yang melewati jalan tersebut yang menganggap jalan lurus itu bahagia atau malah membosankan, dan jalan terjal itu menyakitkan atau malah menjadi tantangan.
Ini kisah salah satu sahabatku, yang harus melewati jalan terjal itu. Namun lihat lah, sungguh jalan terjal itu bukan menyakitkannya, malah menjadikannya lihai dalam menyiasati jalan terjal tersebut.
Elia Morina namanya.
Aku baru mengenalnya saat aku menginjak kelas 2 SMP. Saat itu aku baru pindah dari Banda Aceh ke Aceh Timur. Ya, aku mengenalnya hanya sebatas "tau", aku tau namanya. Aku selalu melihatnya setiap sore melewati rumahku bersepeda dengan rambut kriwilnya yang lucu. Apa yang dilakukannya setiap sore? Yang aku lihat dia setiap sore hanya bermain. Bermain sepeda. Namun, aku keliru, dia bukan bermain seperti yang aku lihat sebenarnya.
Selanjutnya, perkenalan ku berlanjut ketika dia menjadi santri baru di tempat aku mengaji. Aku baru tau namanya adalah Elia Morina, Lia panggilannya. Ya, hanya tau namanya, dan kami bahkan belum pernah mengobrol langsung. Dia terlihat seperti anak-anak lainnya, tidak ada yang spesial. Namun, aku keliru, dia spesial, bukan seperti yang aku lihat sebenarnya.
Butuh waktu yang tidak singkat aku akhirnya bisa berteman dengannya. Aku lupa bagaimana terjadinya, hingga kami bersahabat. Dia teman yang sangat menyenangkan. Senang membantu tanpa pamrih. Selalu ceria seperti tidak memiliki beban hidup. Dan aku keliru lagi tentang ini, hidupnya tidak mudah. Karena inilah kenapa aku mengatakannya spesial.
***
Lia hanya hidup berdua dengan mamanya, ayah mamanya bercerai saat Lia kecil.
Mama Lia bekerja membuat kue untuk dijualkan di warung-warung kopi. Dan aku baru tau kenapa Lia setiap sore lewat bersepeda depan rumahku. Ya, untuk mengambil uang hasil penjualan mamanya. Terkadang hingga larut malam dia membantu mamanya membuat kue. Tapi, dia sama sekali tidak pernah mengeluh, bahkan aku melihatnya senang melakukan itu semua.
Lia bukan anak manja dan banyak maunya, dia sangat mengerti kesusahan mamanya, dia selalu menahan keinginan2nya, aku bahkan bisa melihat dimatanya terkadang ketika dia menginginkan sesuatu namun dia harus menahannya.
Bogor, 10 Oktober 2013.
Mama Lia bekerja membuat kue untuk dijualkan di warung-warung kopi. Dan aku baru tau kenapa Lia setiap sore lewat bersepeda depan rumahku. Ya, untuk mengambil uang hasil penjualan mamanya. Terkadang hingga larut malam dia membantu mamanya membuat kue. Tapi, dia sama sekali tidak pernah mengeluh, bahkan aku melihatnya senang melakukan itu semua.
Lia bukan anak manja dan banyak maunya, dia sangat mengerti kesusahan mamanya, dia selalu menahan keinginan2nya, aku bahkan bisa melihat dimatanya terkadang ketika dia menginginkan sesuatu namun dia harus menahannya.
***
Kesedihan terlihat dimatanya ketika kami lulus SMA. Aku tau, dia sangat ingin melanjutkan ke perguruan tinggi, namun terhambat biaya.
"Nanti Lia juga kuliah kayak kalian" begitu ujarnya dengan bangga. Ahh, temanku ini memiliki cita-cita yang tinggi, meskipun belum mendapat kesempatan untuk mewujudkannya. Lantas aku yang telah berkesempatan, apakah akan menyia-nyiakannya?
Saat tahun pertama kami mulai memasuki dunia perkuliahan. Lia juga mulai mencari pekerjaan. Dia bekerja untuk mengumpulkan biaya kuliahnya, dia bertekad ingkin kuliah di tahun selanjutnya. Bekerja hingga larut malam. Tapi inilah mengapa aku mengatakannya spesial. Dia selalu terlihat bahagia menjalani hidupnya. Jarang aku melihatnya bersedih. Dia seorang yang hebat.
***
"Dara, Lia bingung mau ambil jurusan apa nanti, bagusnya apa ya?" Sebuah sms singkat darinya membuat aku terharu. Dia akhirnya bisa melanjutkan cita-citanya. Lihat kekuasaan Allah, mendengar doa hamba-hambaNya yang berusaha tanpa lelah.
Aku langsung membantunya memilih pertimbangan-pertimbangan untuk masa depannya. Hmm, Lia, sungguh teman yang spesial.
***
"Dar, kirimin no mama Lia" suatu ketika sms dari sebuah no tak ku kenal yang ternyata Lia. Ini salah satu kekonyolannya. Dia cuma bisa menghafal no hp ku. Bahkan no hp mamanya sekalipun dia tidak hafal. Ntah aku harus bangga karena merasa dia menganggapku orang terdekatnya, ntah harus tertawa karena ini aneh. Hahaha, Lia, Lia.
***
"Dar, lia kangen ayah Dar, sebenci apapun Lia sama ayah, Lia tetap mau berbakti sama ayah Dar" begitu isi pesan singkat yang Lia kirim padaku suatu saat. Aku terhenyuk membacanya. Lia masih begitu menyayangi ayahnya, meskipun ayahnya terkesan tidak peduli padanya.
Ayah Lia sudah menikah lagi dan tinggal dengan istri barunya. Jarang ayah Lia menjenguk Lia, bahkan memperhatikannya. Namun Lia selalu mengingat ayahnya, khawatir akan ayahnya. Dia sungguh berhati mulia.
Aku saja tidak bakal bisa seperti dia. Mungkin jika aku jadi Lia, aku akan membenci ayahku dan seluruh keluarga barunya. Bahkan aku tidak akan peduli lagi.
Tidak, Lia bukan aku. Dia lebih baik dari aku. Dia selalu datang mengunjungi ayahnya, mengunjungi keluarga baru ayahnya, dan menyayangi adik-adik barunya seperti adiknya sendiri.
Itu lah Lia sahabatku.
***
Aku sungguh beruntung bertemu dengan orang-orang seperti Lia, banyak pelajaran yang bisa aku ambil darinya. Sahabat-sahabat seperti Lia inilah yang membantuku tetap bisa bertahan seperti sekarang diantara tumpukan-tumpukan cobaan hidup.
Selamat ulang tahun yang ke-21 Lia,
Semoga tetap bisa menjadi Lia yang ceria, semangat, tidak mudah mengeluh, jadi anak yang berbakti, jadi wanita yang tegar kuat tangguh dan solehah, jadi sahabat kami yang baik.
Lia salah satu orang spesial dalam hidup Dara, Terima kasih telah memberi Dara pelajaran-pelajaran berharga ini.
Really love you :*
Really love you :*
Bogor, 10 Oktober 2013.