Jumat, 26 Juli 2013

"Kepo" vs Cewek

Dasar cewek, udah tau "kepo" itu berujung menyakitkan, tapi tetap saja dilakukan.
Itu lah salah satu kebodohan seorang cewek yang sulit dimengerti.
Salah satunya "kepo", baik kepoin pacar, gebetan, mantan, mantannya pacar, mantannya mantan pacar, mantannya gebetan, segala macam mantan-mantan itu pasti dikepoin. Dan anehnya, mereka para cewek tau persis mereka pencemburu, dan akan cemburu jika menemukan "sesuatu" dari hasil peng-kepo-an itu, tapi kepo tetap aja diteruskan. Padahal juga terkadang yang dikepoin itu bisa jadi masa lalu "si target", tapi tetap saja terbakar api cemburu, bikin nyesek. Jangan bilang ga?  
Ada yang ga ngaku kepo, hanya lihat-lihat, hey girls kalau ga punya rasa ngapain liat-liat.
Ada yang berpura-pura sok kuat, sok tegar, ngakunya ga kenapa-kenapa saat kepo, padahal hatinya teriris-iris melihat semua itu(bahasa lebaynya).
Ada yang sok-sokan ga mau kepo, tapi nanya ke teman "si target", bedanya apa coba?
Ada juga yang udah kepo, ga ngaku kepo, tapi tau segala informasi tentang "si target", ini bohong banget yaa -_-
Intinya cewek dan "kepo" itu sangat sulit dipisahkan.
Ga terkecuali yang nulis, #ehh

Selasa, 23 Juli 2013

DARA (oleh Alfi Rahman)

Namanya Dara, 11 tahun gadis manis periang dan tentu saja pintar. Dara yang solehat yang senantiasa menurut apa kata orang tuanya. Jarang sekali kutemukan sesuatu sifat jelek dalam dirinya. Jikapun ada yang membuat sudut hatiku terasa teriris-iris saat menyadari bahwa Dara harus kehilangan kedua orang tuanya dan adik satu-satunya Zaky pada musibah 26 Desember 2004 yang lalu.
Namanya Dara yang dalam bahasa Aceh berarti gadis yang manis, sesuai benar dengan orangnya. Aku takjub melihat deretan angka-angka di rapor dan ijazahnya semuanya 9, kata gurunya jika bisa ditaruh angka 10 maka Dara pantas mendapatkannya. Sejak kecil Dara memang terlihat menonjol dari anak-anak seusianya. Percaya diri yang tinggi dulu senantiasa ku saksikan. Namun sekarang ada yang hilang disana, pengalaman menyelamatkan diri dari Tsunami yang juga menghantam asrama pesantren tempat ia belajar pasti belum hilang begitu saja. Berlari-lari dalam kepanikan ribuan orang menyelamatkan diri dari kejaran Tsunami. Apalagi status yatim piatu harus disandangnya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaannya
“Om Dara besok Ulang Tahun” suatu ketika Dara menginformasikannya padaku sambil menodongku agar menyediakan kado.
“Adek juga om” Zaky 8 tahun adik Dara yang juga menginginkan kado walau ulang tahunnya masih lama..
“Ih ulang tahun kok bisa bareng, persekongkolan” ujarku, dengan wajah menahan lucu sambil pura-pura berfikir sejenak, Aku menarik nafas dan tersenyum.
“Hmm, boleh!” dua pasang mata bocah itu berbinar mendengar kesediaanku
“Hadiahnya kue cap tinju mau?” Lanjutku bercanda diiringi lemparan bantal milik mereka berdua.
Namanya Dara, sangat pandai menyimpan perasaan dukanya, Dara tidak ingin orang merasa kasihan padanya. Senyum yang tidak pernah lepas dari wajahnya. Tangisnya tertahan saat Dara sendirian di kamar dan memandang foto Ayah, Mama dan Adiknya. Tangis itu tersembunyi, hanya gerakan bahunya yang naik turun, menggambarkan duka lara yang selama ini terpendam. Sepasang mata milik Pik pengasuh Dara diam-diam memperhatikan dari sudut pintu kamar, Pik berusaha menahan gemuruh di dadanya, namun Pik tidak sekuat Dara, Pik menangis sejadi-jadinya seakan merasakan apa yang dirasakan Dara.
Namanya Dara, tangannya ragu-ragu mengambil beberapa batang coklat di rak supermarket disebuah Mall di Medan.
“Kok Ragu? Ambil saja” ujarku pada Dara.
“Nggak om, adek kan ga ada lagi, tadi teringat adek, adekkan suka coklat ini” jelas Dara tersenyum. Aku pun tersenyum tidak sanggup berkata-kata lagi.
“Ah Dara” gumamku dalam hati.
Namanya Dara lahir di Peureulak Aceh Timur, konon daerah kelahiran Dara inilah masuk Islam pertama di Tanah Air, dan setiap orang yang lahir daerah ini merasa bangga dengan sejarah itu, dan Dara salah satunya. Dara yang hanif, Dara yang mau masuk pesanantern walaupun harus kalah argumen dengan mamanya, karena Dara ingin masuk tsanawiyah.
“Wah ternyata mama benar ya, memasukkan Dara ke Pesantren dan masuk Asrama, coba di rumah terus…” ujar Dara menggantung kalimatnya saat menyaksikan puing-puing rumahnya yang luluh lantak diterjang Tsunami di daerah Kajhu, Aceh Besar.
Namanya Dara, jelas sekali terdengar isak tangisnya di ujung telpon. Hp ku menangkap dengan jelas harapan yang besar pada setiap nada suara milik Dara. Sebuah keinginan kejelasan akan nasib kedua orang tua dan adiknya tercinta.
Om jangan bohong ya, katanya mobil Ayah sudah dapat ya?”
“Ayah, Mama dan Adek ada om?”
Om tolong kasih tau dong om?” Dara mengajukan pertanyaan beruntun kepadaku, sementara aku terduduk kelelahan menyaksikan mobil milik Ayah Dara yang tidak utuh lagi di dalam sebuah kolam. Mobil itu terdampar 500 meter dari puing-puing rumahnya tepat sebulan sesudah kejadian Tsunami.
Dua sosok Jenazah yang tidak utuh lagi baru saja dievakuasi dari mobil, dipastikan Jenazah itu adalah milik Mama dan Adik Dara. Sementara menurut saksi mata yang hidup Ayah Dara sempat keluar dari Mobil pada saat Air Tsunami menghanyutkan segalanya.
“How can I tell Dara!” pikiran ku bekecamuk.
Namanya Dara, Bercita-cita ingin menjadi dokter dikemudian hari. Matanya berbinar membuka lembar demi lembar majalah informasi Study Abroad yang dikirim oleh sebuah lembaga padaku.
“Om Dara bisa ga ya sekolah keluar Negeri” matanya masih tidak lepas dari majalah tersebut sambil mengelus-elus gambar didalamnya.
“Tentu saja bisa, asal rajin belajar”
“Inggris, Amerika… Australia aja ah kan dekat” lanjutnya sambil berfikir dan seulas senyum melukiskan imajinasinya. Aku tersenyum, pasti imajinasi sudah menghantarkannya ke dunia yang penuh salju, baju hangat dan tidak lupa permainan lempar bola salju sebagaimana yang sering disaksikannya di televisi.
Namanya Dara. “Rahmah Dara Ayunda” lengkapnya.
“Om Dara takut” begitulah isi SMS yang senantiasa dikirimnya saat gempa masih saja menggetarkan tanah Aceh. Biasanya aku akan senantiasa menelponnya dan berusaha menenangkan.
Om tolong lobi nenek agar Dara bisa sekolah di Banda Aceh, dan tinggal sama Om
Om pelajaran dikampung membosankan”
“Om Dara mau ikut les, tapi..”
“Om Dara Kangen ma Ayah, Mama dan Adek”
“Om Makasih ya atas hadiah Qurannya”
Begitulah Dara, keponakanku tercinta, di antara Adik-adik Ayahnya. Akulah paling dekat dengannya. Insya Allah aku akan menjaganya, mewujudkan impiannya, terlebih lagi menjadikannya mutiara Aceh, wanita sholihat yang senantiasa mendoakan kedua orang tuanya. Cukuplah keutamaanku mendapatkan pahala dari memelihara anak yatim piatu. Inilah mimpiku. Sanggupkah Aku?

Minggu, 14 Juli 2013

Sepenggal catatan hati

Kawan, berbicara masalah hati bukan hal yang mudah untuk dibahas, dipahami, dimengerti..
Aku bahkan tidak percaya ada orang yang bisa memahami hati orang lain dengan sebenar-benarnya mengerti.
Bisa saja ketika orang tersebut mengatakan ikhlas, ada secuil rasa tidak rela yang terbersit.
Bisa saja ketika orang tersebut mengatakan bahagia, ada kesedihan yang menyempil di dalam hatinya.
Bisa saja ketika orang tersebut mengatakan percaya, ada sedikit keraguan dalam hatinya.
Atau bahkan bisa saja ketika orang tersebut mengatakan cinta, ada seberkas benci yang kadang timbul tenggelam dalam hatinya.
Siapa tau??